Cybernewsindonesia.id | Bondowoso - Fraksi Partai Golkar DPRD Bondowoso menyoroti tajam Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2025 yang diajukan Bupati Bondowoso.
Lany Sonia Wulandari, Juru Bicara Frakso partai Golkar, mengtakan, P-APBD bukan sekadar dokumen teknis, melainkan instrumen politik anggaran yang menentukan arah pembangunan daerah.
Jangan Potong Masa Depan Rakyat dengan Anggaran Abu-Abu
Dalam pandangannya pada rapat paripurna Rabu 17 September 2025, di ruang Graha Paripurna, Fraksi Golkar menilai setiap perubahan angka dalam APBD harus dibaca secara kritis.
"APBD, bukan hanya soal hitungan belanja dan pendapatan, tetapi menyangkut fungsi distribusi, alokasi, dan stabilisasi ekonomi daerah," ujarnya.
Sorotan pertama datang dari sisi pendapatan. Kata Lany Golkar menilai, Penurunan Rp21,49 miliar, terutama akibat transfer pusat yang berkurang hingga Rp56,93 miliar, dinilai menunjukkan masih kuatnya ketergantungan fiskal Bondowoso pada pemerintah pusat.
Meski PAD naik Rp23,96 miliar, Lany menyampaikan, Golkar mengingatkan agar kenaikan ini tidak berasal dari pungutan berlebihan, melainkan inovasi ekonomi daerah.
Digitalisasi pajak, optimalisasi aset, dan penguatan BUMD disebut sebagai jalan strategis untuk memperkuat kemandirian fiskal.
“Jangan sampai masyarakat dikorbankan hanya demi menutup defisit,” tegas Lany juru bicara Fraksi Golkar.
Kritik keras juga diarahkan pada pemangkasan belanja daerah Rp65,11 miliar, termasuk pemotongan belanja modal Rp11,91 miliar dan belanja infrastruktur jalan serta irigasi Rp19,84 miliar. Golkar menyebut langkah ini ibarat “memotong masa depan,” karena infrastruktur merupakan prasyarat pertumbuhan ekonomi.
Menurut Lany, Golkar menganggap, efisiensi seharusnya dilakukan pada belanja rutin birokrasi, bukan pada pos produktif yang menopang kepentingan rakyat.
“Jangan sampai efisiensi justru menjadi alasan melemahkan pelayanan publik,” lanjut mereka.
Selain itu, masih lanjut Lany, kenaikan Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp8,77 miliar juga menuai sorotan.
Fraksi Golkar menyebut pos ini rawan menjadi “anggaran abu-abu” jika tidak dilengkapi indikator yang jelas. Mereka mendesak pemerintah agar BTT benar-benar hanya digunakan untuk kondisi darurat, bukan celah pemborosan.
Golkar juga menyinggung soal penurunan SiLPA sebesar Rp43,61 miliar.
Menurutnya, hal itu mencerminkan lemahnya perencanaan dan serapan anggaran tahun sebelumnya. Dalam tata kelola modern, SiLPA besar seringkali dianggap bukti manajemen fiskal yang tidak optimal.
Peringatan lain diarahkan pada implementasi P-APBD 2025 yang hanya berlaku pada triwulan IV, yakni Oktober–Desember. Dengan waktu yang sempit, Fraksi Golkar menuntut agar program diarahkan ke sektor yang cepat dirasakan rakyat: kesehatan, pendidikan, UMKM, dan pertanian rakyat.
Mereka juga mengingatkan soal paradigma value for money. Setiap rupiah APBD, tegas Golkar, harus memberi manfaat nyata—baik berupa jalan yang mulus, irigasi yang berfungsi, sekolah yang layak, maupun layanan publik yang membaik. Bukan sekadar angka serapan di laporan akhir tahun.
Catatan Fraksi Golkar ini menjadi sinyal politik penting bagi eksekutif. Bagi mereka, kritik bukan dimaksudkan untuk menghambat, melainkan mendorong agar arah kebijakan fiskal lebih berpihak pada kepentingan rakyat Bondowoso.
“P-APBD jangan hanya menjadi formalitas, tetapi instrumen nyata untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” tutup Juru Bicara Fraksi Golkar.
(Rahmatullah_Biro Bondowoso)