Pemalang, cybernewsindonesia.id
Awak media menindaklanjuti adanya dugaan penyimpangan pada proyek pengaspalan jalan desa yang bersumber dari bantuan Kabupaten Pemalang. Berdasarkan pantauan di lapangan dan keterangan warga, pekerjaan proyek tersebut dinilai asal-asalan.
Seorang warga berinisial M menuturkan bahwa hasil pemadatan (gilasan) sangat kurang, bahkan tidak dilakukan penyemprotan lapis perekat (tack coat) sebagai dasar pengikatan aspal. “Kalau tidak ada kiciran aspal dasar, hasilnya nanti cepat rusak,” ujarnya.
Awalnya awak media sempat kebingungan karena proyek tersebut dikerjakan tanpa adanya papan informasi. Namun, keesokan harinya papan informasi proyek baru terpasang. Dari papan tersebut diketahui nilai proyek mencapai Rp200 juta yang bersumber dari bantuan Kabupaten Pemalang yang lokusnya di dusun Rimpak RT03/RW06 Desa Belik, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang.
Saat dikonfirmasi, rekanan berinisial R yang mengaku sebagai pelaksana menyatakan,
“Papan sudah terpasang. Untuk pekerjaan memang saya yang mengerjakan, Pak. Teman-teman media dan LSM, sekitar 14 orang, juga sudah saya kondisikan,” ungkapnya.
Dugaan Pelanggaran Regulasi
Masyarakat menyayangkan pelaksanaan proyek yang ternyata dikerjakan oleh kepala desa setempat. Padahal, seorang kepala desa seharusnya mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku, bukan justru menjadi pelaksana (pemborong) proyek.
Beberapa regulasi yang dilanggar antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 29 huruf g, menyebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pelaksana proyek desa baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menegaskan bahwa setiap proyek harus dilaksanakan sesuai mekanisme dan tidak boleh ada konflik kepentingan.
3. Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, mewajibkan keterbukaan informasi publik dalam setiap kegiatan pembangunan, termasuk pemasangan papan informasi proyek sejak awal pekerjaan dimulai, bukan setelah berjalan.
Selain itu, proyek yang bersumber dari APBD maupun bantuan pemerintah seharusnya dilaksanakan dengan prinsip padat karya tunai, yakni lebih banyak melibatkan tenaga kerja lokal untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas kepala desa dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, sekaligus menjadi sorotan masyarakat yang merasa haknya untuk mendapatkan pembangunan berkualitas tidak terpenuhi.
Kaperwil Jateng, M. Imam