cybernewsindonesia.id | Pemalang - Tim awak media menindaklanjuti aduan masyarakat terkait dugaan pungutan liar dalam penyaluran bantuan sosial beras untuk warga penerima manfaat di Dusun Cengis, Desa Simpur, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang.
Dalam penelusuran di lapangan, tim media didampingi salah satu aktivis warga setempat bertemu dengan seorang penerima manfaat yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia mengaku dimintai uang sebesar Rp10.000 saat mengambil beras bantuan.
“Iya, setelah pengambilan beras kami diminta membayar Rp10.000 untuk transportasi. Saya senang dapat beras dan minyak, tapi ya ada embel-embel bayar Rp10.000 itu, dan harus uang pas,” ujarnya.
Warga lainnya menambahkan bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui bahwa bantuan tersebut seharusnya diterima tanpa pungutan dalam bentuk apa pun.
Dugaan pungutan liar berupa kewajiban membayar Rp10.000 tersebut terus menuai sorotan warga. Mereka menilai praktik tersebut memberatkan penerima manfaat dan bertentangan dengan aturan resmi penyaluran bantuan pangan.
Kepala Dusun Cengis, Keni Damayanti, ketika dikonfirmasi tim media, justru menyampaikan pernyataan yang memicu polemik.
Ia mengatakan ada warga yang meminta agar bantuan disalurkan oleh LSM saja agar bisa sampai ke rumah secara gratis.
“Ini malah ada warga yang bilang, mas, sekali-kali bantuan disalurkan LSM saja agar sampai rumah gratis,” kata Keni. Ia juga mengaku bahwa jika perangkat desa yang menyalurkan maka warga harus membayar biaya angkut.
Bahkan Keni meminta agar pihak luar membantu mencarikan donatur kendaraan agar tidak perlu ada pungutan. “Tolong, biar tidak ada pungutan, teman-teman seperti kalian juga bisa bantu carikan donatur kendaraan,” tuturnya.
Pernyataan tersebut sangat disayangkan, mengingat perangkat desa memiliki tugas pokok untuk membantu pemerintah dalam menyalurkan bantuan kepada masyarakat, bukan menjadikan momen tersebut sebagai alasan menarik biaya transportasi, administrasi, atau bentuk pungutan lain kepada penerima manfaat. Bantuan sosial beras maupun minyak goreng merupakan hak warga dan wajib diberikan tanpa pungutan.
Saat dikonfirmasi, Camat Belik M. Maksum hanya memberikan jawaban singkat, “Idilah,” tanpa penjelasan lebih lanjut terkait dugaan pungli tersebut.
Penarikan uang dengan dalih apa pun—baik transportasi, administrasi, biaya operasional, ataupun ucapan terima kasih—tidak diperbolehkan karena seluruh proses penyaluran bantuan sudah dibiayai oleh pemerintah. Praktik tersebut dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) dan merupakan pelanggaran hukum.
Regulasi yang melarang pungutan dalam penyaluran bantuan sosial:
1. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Cadangan Pangan Pemerintah, yang menegaskan bahwa bantuan pangan disalurkan tanpa biaya kepada penerima manfaat.
2. Pedoman Penyaluran Bantuan Pangan Bapanas & Kemensos yang menyebutkan bahwa penerima manfaat menerima bantuan utuh tanpa potongan.
3. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang melarang perangkat desa melakukan pungutan tidak sah.
4. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pungutan tanpa dasar hukum dapat termasuk kategori pungli.
5. Peraturan Saber Pungli (Perpres No. 87 Tahun 2016) yang melarang pungutan oleh aparatur pemerintah tanpa dasar aturan resmi.
Dengan dasar hukum tersebut, pungutan Rp10.000 terhadap penerima bantuan sosial jelas tidak dibenarkan dan dapat diproses secara hukum apabila terbukti dilakukan secara sistematis.
Pemimpin Redaksi Jateng :
M. Imam