Cybernewsindonesia.id | Pemalang, 31 Oktober 2025 — Di balik gemerlap panggung konser musik yang digelar di Terminal Induk Pemalang, muncul persoalan serius: kebebasan pers kembali terancam. Sejumlah jurnalis yang hendak meliput acara ini dilaporkan dihalang-halangi oleh pihak penyelenggara (Event Organizer) tanpa perubahan akses atau penjelasan yang layak.
Wartawan yang berada di lokasi mengaku bahwa meski sudah menunjukkan identitas pers, mereka tetap tak diizinkan masuk ke zona liputan utama — sementara penonton lain bebas bergerak. “Kami hadir untuk menjawab hak publik atas informasi, tetapi justru diperlakukan seperti tamu yang tidak diinginkan,” ujar salah seorang jurnalis.
Pelanggaran Hukum yang Jelas
Menurut praktisi hukum dan akademisi, Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM dari Law Office Putra Pratama & Partners, perilaku ini bukan sekadar kegagalan koordinasi, melainkan potensi pelanggaran hukum pers. “Undang‑Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) secara tegas menjamin bahwa pers nasional tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.”
Lebih lanjut, Pasal 18 UU Pers menetapkan bahwa siapa saja yang secara sengaja menghalangi kerja pers dapat dipidana hingga dua tahun atau didenda hingga Rp500 juta.
Pertanyaan Kritis untuk Penyelenggara & Pemda
– Apakah penyelenggara sudah menyediakan jalur resmi dan terbuka bagi wartawan sesuai standar peliputan acara publik?
– Mengapa akses yang diberikan berbeda antara publik umum dan media yang menjalankan fungsi kontrol sosial?
– Apakah pemerintah daerah (Pemkab Pemalang) dan aparat terkait telah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan acara yang memanfaatkan fasilitas publik seperti terminal?
Imam Subiyanto menegaskan: “Ketika wartawan dihalang-halangi dalam melaksanakan tugas jurnalistik, maka bukan hanya hak pekerja pers yang dirugikan, tetapi hak masyarakat untuk mengetahui juga dikecilkan.”
Tindakan yang Harus Diambil
Law Office Putra Pratama mendesak agar:
1. Pihak penyelenggara segera membuka akses yang setara bagi media dengan memberikan identitas dan jalur peliputan yang jelas.
2. Pemkab Pemalang dan instansi terkait segera mengkaji perizinan dan pengaturan acara di zona publik agar tidak terjadi pembatasan akses informasi secara sepihak.
3. Media dan organisasi pers mendokumentasikan penghalangan yang dialami sebagai bahan advokasi dan, jika perlu, pelaporan ke Dewan Pers.
Kasus di Pemalang ini menjadi alarm betapa kebebasan pers yang sudah dijamin undang-undang tetap rentan di lapangan. Tanpa pengawasan dan tindakan nyata, hambatan terhadap media dapat menjadi normatif — mengikis transparansi, accountability, dan hak publik atas informasi.
Kami akan terus memantau dan siap memberikan pendampingan hukum terhadap wartawan atau media yang mengalami penghalangan.
(Nurokais - Biro Pemalang)